A. Hadis Shahih
1.
Pengertian dan syarat-syarat hadits shahih
adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil yaitu orang yang
senantiasa berkata benar & menjauhi perbuatan terlarang, mempunyai
ketelitian yang sempurna, sanad
( mata rantai yang menghubungkannya ) bersambung sampai kepada Nabi Muhammad,tidak mempunyai cacat dan tidak pula berbeda bahkan bertentangan periwayatan orang – orang yang terpercaya.
Shubhi
Shalih juga memberikan rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam melihat keshahihan
sebuah hadis, yaitu:
a. Hadis tersebut shahih musnad, yakni
sanadnya bersambung sampai yang teratas.
. ada yang mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan bersambung sanadnya adalah apabila periwayat satu dengan
periwayat thabaqah berikutnya harus betul-betul “serah terima” hadis
b. Hadis shahih bukanlah hadis yang
syaz yaitu rawi yang meriwayatkan memang terpercaya , akan tetapi ia menyalahi rawi-rawi yang
lain yang lebih tinggi.
c. Hadis shahih bukan hadis yang
terkena ‘illat. Illat ialah: sifat tersembunyi yang mengakibatkan hadis tersebut cacat dalam
penerimaannya, kendati secara zahirnya terhindar dari illat.
Maksudnya
disini adalah bahwa hadits tersebut dinukil dari dan oleh orang yang adil lagi dhabit tanpa adanya unsur syaz maupun mu’allal (terkena illat).
2. Pembagian
Hadis Shahih
Para ulama
hadis membagi hadis shahih menjadi dua macam:
a. Shahih li Dzatihi, yaitu hadis yang mencakup semua
syarat-syarat atau sifat-sifat hadis maqbul secara sempurna, dinamakan “shahih
li Dzatihi” karena telah memenuhi semua syarat shahih,dan tidak butuh
dengan riwayat yang lain untuk sampai pada puncak keshahihan, keshahihannya
telah tercapai dengan sendirinya. contoh hadis yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari:
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ
بْنِ شُبْرُمَةَ ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ
عَنْهُ ، قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ
صَحَابَتِي ؟ قَالَ : أُمُّكَ . قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ :
ثُمَّ أُمُّكَ . قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : ثُمَّ أُمُّكَ . قَالَ : ثُمَّ مَنْ
؟ قَالَ : ثُمَّ أَبُوك
Hadis yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah diatas, adalah salah satu hadis shahih yang
tidak terdapat ke-syaz-an maupun illat.
b. Shahih li ghairihi, yaitu hadis hasan li dzatihi (tidak memenuhi secara sempurna
syarat-syarat tertinggi hadis maqbul),yang diriwayatkan melalui sanad yang lain
yang sama atau lebih kuat darinya, dinamakan hadis shahih li ghairihi karena predikat keshahihannya diraih
melalui sanad pendukung yang lain.[7] Berikut contoh hadis shahih li ghairihi yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi :
حَدَّثَنَا
أَبُو كُرَيْبٍ ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
عَمْرٍو ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي
لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاة. ٍ
Hadis tersebut dinilai oleh muhaddisin sebagai hadis shahih li ghairihi sebagaimana dijelaskan diatas. Pada
sanad hadis tersebut, terdapat Muhammad bin ‘Amr yang dikenal orang jujur, akan
tetapi kedhabitannya kurang sempurna, sehingga hadis riwayatnya hanya sampai ke
tingkat hasan. Namun keshahihan hadis tersebut didukung oleh adanya hadis lain,
yang lebih tinggi derajatnya sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh
al-Bukhari dari A’raj dari Abu Hurairah (pada contoh hadis shahih li dzatihi).
Dari sini
dapat kita ketahui bahwa martabat hadis shahih ini tergantung kepada ke-dhabit-an
dan ke-adil-an para perawinya. Semakin dhabit dan semakin adil si
perawi, makin tinggi pula tingkatan kualitas hadis yang diriwayatkannya.
Kitab-kitab
yang memuat Hadis Shahih.
Manna’
Khalil al-Qatthan dalam Mabahits Fi ‘Ulum al-Hadis, mengemukakan bahwa diantara
kitab-kitab yang memuat hadis shahih adalah[9]:
a. Shahih
Bukhari
d. Shahih Ibn Hibban
b. Shahih
Muslim
e. Shahih Ibn Khuzaimah
c. Mustadrak al-Hakim
Sedangkan
menurut Ajjaj al-Khatib bahwa kitab-kitab yang memuat hadis-hadis shahih
adalah:
a. Shahih
Bukhari
e. Sunan an-Nasa’i
b. Shahih
Muslim
f. Sunan Ibn Majah
c. Sunan Abu
Daud
g. Musnad Ahmad ibn Hanbal
d. Sunan at-Tirmidzi
Nuruddin
‘Itr didalam kitabnya Manhaj an-Naqd Fi ‘Ulum al-Hadis mengemukakan bahwa kitab-kitab yang
memuat hadis-hadis shahih antara lain[10]:
a. al-Muwattha’
b. Shahih
Bukhari
c. Shahih Muslim
d. Shahih Ibn Khuzaimah
e. Shahih Ibn Hibban
B. Hadis
Hasan
1. Pengertian Hadis Hasan
adalah
hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil (dapat dipercaya ), tetapi
kurang ketelitiannya, sanadnya bersambung
sampai pada Nabi Muhammad tidak mempunyai cacat dan tidak pula berbeda /
bertentangan dengan
periwayatan yang disampaikan oleh orang yang
terpercaya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadis hasan
adalah hadis yang memenuhi syarat-syarat hadis shahih seluruhnya, hanya saja
semua perawi atau sebagiannya, kurang ke-dhabitan-nya
dibanding dengan perawi hadis shahih.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hadis hasan mempunyai kriteria sebagai
berikut:
a. Sanad hadis harus bersambung.
b. Perawinya adil
c. Perawinya mempunyai sifat dhabit,
namun kualitasnya lebih rendah (kurang) dari yang dimiliki oleh perawi hadis
shahih
d. Hadis yang diriwayatkan tersebut
tidak syaz
2. Pembagian
Hadis Hasan
Hadis hasan
dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Hadis hasan li dzatihi
Hadis hasan li dzatihi adalah hadis yang dengan sendirinya telah memenuhi
kriteria hadis hasan sebagaimana tersebut diatas, dan tidak memerlukan riwayat
lain untuk mengangkatnya ke derajat hasan.
b. Hadis hasan li ghairihi
Hadis hasan li ghairihi adalah hadis dha’if apabila jalan (datang)-nya
berbilang (lebih dari satu), dan sebab-sebab kedha’ifannya bukan karena
perawinya fasik atau pendusta.
Dengan
demikian hadis hasan li ghairihi pada mulanya merupakan hadis dha’if,
yang naik menjadi hasan karena ada riwayat penguat, jadi dimungkinkan
berkualitas hasan karena riwayat penguat itu, seandainya tidak ada penguat
tentu masih berstatus dha’if.
Imam adz-Zahaby mengatakan, tingkat hasan tertinggi
adalah riwayat Bahz ibn Hukaim dari bapaknya dari kakeknya, Amr bin Syu’aib
dari ayahnya dari kakeknya, Ibn Ishaq dari at-Taimy dan sanad sejenis yang
menurut para ulama dikatakan sebagai sanad shahih, yakni merupakan derajat
shahih terendah.
Contoh hadis hasan:
حَدَّثَنَا
عَفَّانُ ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ، قَالَ أَنْبَأَنِي سَعْدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ ،
عَنْ مَعْبَدٍ الْجُهَنِيِّ ، قَالَ : كَانَ مُعَاوِيَةُ قَلَّمَا يُحَدِّثُ عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا وَيَقُولُ هَؤُلاءِ
الْكَلِمَاتِ قَلَّمَا يَدَعُهُنَّ ، أَوْ يُحَدِّثُ بِهِنَّ فِي الْجُمَعِ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ
خَيْرًا يُفَقِّهُّ فِي الدِّينِ ، وَإِنَّ هَذَا الْمَال حُلْوٌ خَضِرٌ فَمَنْ
يَأْخُذْهُ بِحَقِّهِ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ ، وَإِيَّاكُمْ وَالتَّمَادُحَ
فَإِنَّهُ الذَّبْحُ.(رواه أحمد) Hadis tersebut diatas bersambung
sanadnya dan semua perawinya termasuk orang-orang terpercaya kecuali Ma’bad
al-Juhany menurut adz-Zahaby,Ma’bad termasuk orang
yang kurang ke-‘adilan-nya.
3.
Kehujjahan Hadis Hasan.
Hadis hasan
sebagaimana kedudukannya hadis shahih, meskipun derajatnya dibawah hadis
shahih, adalah dapat dijadikan sebagai hujjahdalam penetapan hukum maupun dalam
beramal.
Para ulama
hadis dan ulama ushul fiqh, serta para fuqaha sependapat tentang kehujjahan hadis hasan ini.
4.
Kitab-kitab Yang Memuat Hadis Hasan
Ulama yang mula-mula membagi hadis sebagai hadis shahih, hasan dan dha’if
adalah Imam at-Tirmidzy, sehingga wajar jika Imam at-Tirmidzy memiliki peran
dalam menghimpun hadis-hadis hasan. Diantara kitab-kitab yang memuat hadis
hasan adalah[23]:
a. Sunan at-Tirmidzy
b. Sunan Abu Daud
c. Sunan ad-Dar Quthny
C. Hadis
Dhaif
1. Pengertian dan Pembagian Hadis
Dha’if
Dha’if menurut bahasa adalah lawan dari kuat. Dha’if
ada dua macam, yaitu lahiriyah dan maknawiyah. Sedangkan yang dimaksud disini
adalah dha’if maknawiyah. Hadis dhaif menurut istilah adalah “hadis yang
didalamnya tidak didapati syarat hadis shahih dan tidak pula didapati syarat
hadis hasan.”
Hadis dhaif apabila ditinjau dari segi sebab-sebab kedhaifannya, maka dapat
dibagi kepada dua bahagian, pertama:
1.
Dhaif disebabkan karena tidak
memenuhi syarat bersambungnya sanad.
1) Hadis Mu’allaq
yaitu hadis yang pada sanadnya telah dibuang satu atau
lebih rawi baik secara berurutan maupun tidak. Contohnya pada hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari:
قال مالك عن الزهرى عن أبى سلمة عن أبى هريرة عن النبى
"لا تفا ضلوا بين الأنبيأ
Dikatakan Muallaq karena Imam bukhari langsung
menyebut Imam Malik padahal ia dengan Imam Malik tidak pernah bertemu. Contoh
lain adalah,
قال ألبخارى قالت العائشة كان النبى يذكر الله على كل
أحواله
Disini
Bukhari tidak menyebutkan rawi sebelum Aisyah
2) Hadis Mursal
Hadis mursal menurut istilah adalah hadis yang gugur
perawi dari sanadnya setelah tabi’in, seperti bila seorang tabi’in
mengatakan,”Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda begini atau berbuat seperti
ini”]. Contoh hadits ini adalah:
قال مالك عن جعفر بن محمد عن أبيه أن رسول الله قضى
باليمن والشاهد
Disini
Muhammad bin Ali Zainul Abidin tidak menyebutkan sahabat yang menjadi perantara
antara nabi dan bapaknya.
3) Hadis Munqathi'
Hadis munqathi’ menurut istilah para ulama hadis mutaqaddimin sebagai “hadis yang sanadnya
tidak bersambung dari semua sisi”. Sedangkan menurut para ulama hadis
mutaakhkhirin adalah ”suatu hadis yang ditengah sanadnya gugur seorang perawi
atau beberapa perawi tetapi tidak berturut-turut”
Contoh
hadits ini adalah;
ما رواه عبد الرزاق عن الثورى عن أبى إسحاق عن زيد بن يثيع
عن حذيفه مرفوعا إن وليتموها أبا بكر فقوى أمين
Riwayat yang
sebenarnya adalah Abdul Razak meriwayatkan hadis dari Nukman bin Abi Saybah
al-Jundi bukan dari Syauri. Sedangkan Syauri tidak meriwayatkan hadis dari Abi
Ishak, akan tetapi ia meriwayatkan hadits dari Zaid. Dari riwayat yang
sesungguhnya kita dapat mengetahui bahwa hadits di atas adalah termasuk hadis
yang munqthi’.
4) Hadis Mu'dhal
Hadis
mu’dhal menurut istilah adalah “ hadis yang gugur pada sanadnya dua atau lebih
secara berurutan.”
Contohnya :
Diriwayatkan
oleh al-Hakim dengan sanadnya kepada al-Qa’naby dari Malik bahwasanya dia
menyampaikan, bahwa Abu Hurairah berkata, “rasulullah bersabda,
للمملوك طعامه وكسوته بالمعروف ، لا يُكلّف من العمل إلا
ما يُطيق "
Al-Hakim
berkata,” hadis ini mu’dhal dari Malik dalam kitab al-Muwaththa’., Letak ke-mu’adalahan-nya
karena gugurnya dua perawi dari sanadnya yaitu Muhammad bin ‘Aljan, dari
bapaknya. Kedua perawi tersebut gugur secara berurutan
5) Hadis Mudallas
Yaitu hadits
yang diriwayatkan dengan menghilangkan rawi diatasnya. Tadlis sendiri dibagi
menjadi beberapa macam;
a. Tadlis Isnad, adalah hadis yang disampaikan oleh
seorang perawi dari orang yang semasa dengannya dan ia betemu sendiri dengan
orang itu namun ia tidak mendengar hadis tersebut langsung darinya. Apabila
perawi memberikan penjelasan bahwa ia mendengar langsung hadis tersebut padahal
kenyataannya tidak, maka tidak tidak termasuk mudallas melainkan suatu kebohongan/
kefasikan.
b. Tadlis qath’i : Apabila perawi menggugurkan beberapa
perawi di atasnya dengan meringkas menggunakan nama gurunya atau misalnya
perawi mengatakan “ telah berkata kepadaku”, kemudian diam beberapa saat dan
melanjutkan “al-Amasi . . .” umpamanya. Hal seperti itu
mengesankan seolah-olah ia mendengar dari al-Amasi secara langsung padahal
sebenarnya tidak. Hadist seperti itu disebut juga dengan tadlis Hadf (dibuang) atau tadlis sukut (diam dengan tujuan untuk memotong).
c. Tadlis ‘Athaf (merangkai dengan kata sambung
semisal “Dan”). Yaitu bila perawi menjelaskan bahwa ia memperoleh hadis dari
gurunya dan menyambungnya dengan guru lain padahal ia tidak mendengar hadis
tersebut dari guru kedua yang disebutnya.
d. Tadlis Taswiyah : apabila perawi menggugurkan perawi
di atasnya yang bukan gurunya karena dianggap lemah sehingga hadis tersebut
hanya diriwayatkan oleh orang-orang yang terpercaya saja, agar dapat diterima
sebagai hadis shahih. Tadlistaswiyah merupakan jenis tadlis yang paling buruk karena mengandung
penipuan yang keterlaluan.
e. Tadlis Syuyukh: Yaitu tadlis yang memberikan sifat
kepada perawi dengan sifat-sifat yang lebih dari kenyataan, atau memberinya
nama dengan kunyah (julukan) yang berbeda dengan yang telah masyhur
dengan maksud menyamarkan masalahnya. Contoh: Seseorang mengatakan: “Orang yang
sangat alim dan teguh pendirian bercerita kepadaku, atau penghafal yang sangat
kuat hafaleannya brkata kepadaku”.
f. Termasuk dalam golongan tadlis suyukh adalah tadlis bilad (penyamaran nama tampat). Contoh: Haddatsana fulan fi andalus (padahal yang dimaksud adalah suatu
tempat di pekuburan). Ada beberapa hal yang mendasari seorang perawi melakukan tadlis suyukh, adakalanya dikarenakan gurunya
lemah hingga perlu diberikan sifat yang belum dikenal, karena perawi ingin
menunjukkan bahwa ia mempunyai banyak guru atau karena gurunya lebih muda
usianya hingga ia merasa malu meriwayatkan hadis darinya dan lain sebagainya.
2. Dhaif karena terdapat cacat pada perawinya.
Sebab-sebab
cela pada perawi yang berkaitan dengan ke’adalahan perawi ada lima, dan yang berkaitan
dengan kedhabithannya juga ada lima.
Adapun yang
berkaitan dengan ke’adalahannya, yaitu: a) Dusta, b) Tuduhan, c)
berdusta, d) Fasik, e) bid’ah, f) al-Jahalah (ketidakjelasan)
Adapun yang
berkaitan dengan ke’adalahannya, yaitu: a) kesalahan yang, sangat buruk, b)
Buruk hafalan, c) Kelalaian, d) Banyaknyawaham, e) menyelisihi para
perawi yang tsiqah
Dan berikut
ini macam-macam hadis yang dikarenakan sebab-sebab diatas:
1) Hadis Maudhu'
Hadis
maudhu’ adalah hadis kontroversial yang di buat seseorang dengan tidak
mempunyai dasar sama sekali. Contohnya adalah hadis tentang keutamaan bulan rajab yang diriwayatkan Ziyad ibn Maimun
dari shabat Anas r.a:
قيل يارسول الله لم سمي رجب قال لأنه يترجب فيه خير كثبر
Menurut Abu
Dawud dan Yazid ibn Burhan, Ziyad ibn Maimun adalah seorang pembohong dan
pembuat hadis palsu.
2) Hadis Matruk
Hadis matruk
adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang disangka suka berdusta.[31] Contoh hadis ini adalah hadis tentang qadha' al hajat yang diriwayatkan oleh Ibn Abi Dunya
dari Juwaibir ibn Sa'id al Asdi dari dhahak dari Ibn 'Abbas.
قال النبي عليكم باصطناع المعروف فانه يمنع مصارع السوء
... الخ
Menurut an
Nasa'i dan Daruqutni, Juwaibir adalah orang yang tidak dianggap hadisnya.
3) Hadis Munkar
Hadis munkar
adalah hadits yang diriwatkan oleh perawi yang dhaif, yang menyalahi orang
kepercayaan. perawi itu tidak memenuhi syarat biasa
dikatakan seorang dhabit. Atau dengan pengetian hadis yang rawinya lemah dan
bertentangan dengan riwayat rawi tsiqah. Munkar sendiri tidak hanya sebatas
pada sanad namun juga bisa terdapat pada matan.
4) Hadis Majhul
a. Majhul 'aini : hanya diketahui seorang saja tanpa
tahu jarh dan ta'dilnya.Contohnya hadis yang diriwayatkan
oleh Qutaibah ibn Sa'ad dari Ibn Luhai'ah dari Hafs ibn Hasyim ibn 'utbah ibn
Abi Waqas dari Saib ibn Yazid dari ayahnya Yazid ibn Sa'id al Kindi
ان النبي كان اذا دعا فرفع يديه مسح وجهه بيده. اخرجه
ابي داود
Hanyalah Ibn
Luhai'ah yang meriwayatkan hadis dari Hafs ibn Hasyim ibn 'utbah ibn Abi Waqas
tanpa diketahui jarh danta'dilnya.
b. Majhul hali : diketahui lebih adari satu orang
namun tidak diketahui jarh dan ta'dilnya.contoh hadis ini adalah hadisnya Qasim ibn Walid dari
Yazid ibn Madkur.
ان عليا رضي الله عنه رجم لوطيا. اخرجه البيهقى
Yazid ibn
Madkur dianggap majhul hali.
5) Hadis Mubham
Hadis mubham
yaitu hadis yang tidak menyebutkan nama orang dalam rangkaian sanad-nya, baik lelaki maupun perempuan.[33]Contohnya adalah hadis Hujaj ibn
Furadhah dari seseorang (rajul), dari Abi Salamah dari Abi Hurairah.
قال رسو ل
الله المؤمن غر كريم والفاجر خب لئيمز اخرجه ابو داود
6) Hadis Syadz
7) Hadis maqlub
Yang
dimaksud dengan hadis maqlub ialah yang memutar balikkan (mendahulukan) kata,
kalimat, atau nama yang seharusnya ditulis di belakang, dan mengakhirkan kata,
kalimat atau nama yang seharusnya didahulukan.
8) Hadis mudraj
Secara
terminologis hadits mudraj ialah yang didalamnya terdapat sisipan atau tambahan,
baik pada matan atau pada sanad. Pada matan bisa berupa penafsiran perawi
terhadap hadits yang diriwayatkannya, atau bisa semata-mata tambahan, baik pada
awal matan, di tengah-tengah, atau pada akhirnya.
9) Hadis mushahaf
Hadits mushahaf ialah yang terdapat perbedaan dengan
hadis yang diriwayatkan oleh orang kepercayaan, karena di dalamnya terdapat
beberapa huruf yang di ubah. Perubahan ini juga bisa terjadi pada lafadz atau pada makna, sehingga maksud
hadis menjadi jauh berbeda dari makna dan maksud semula.
2.
Pengamalan Hadits Dha’if
Hadis dhaif
pada dasarnya adalah tertolak dan tidak boleh diamalkan, bila dibandingkan
dengan hadis shahih dan hadis hasan. Ulama-ulama yang mempergunakan hadis dhaif
dalam fadhilah amal, mensyaratkan kebolehan
mengambilnya dengan tiga syarat:
1) Kelemahan hadis itu tiada seberapa.
2) Apa yang ditunjukkan hadis itu juga ditunjukkan oleh
dasar lain yang dapat diperpegangi, dengan arti bahwa memeganginya tidak
berlawanan dengan suatu dasar hukum yang sudah dibenarkan.
3) Jangan diyakini kala menggunakannya bahwa hadis itu
benar dari nabi. Ia hanya dipergunakan sebagai ganti memegangi pendapat yang
tidak berdasarkan pada nash sama sekali.[36]